- PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan
maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas
dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus
rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan
kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan
hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan
dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
- Otonomi daerah dan permasalahan
Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintah kewenangan tersebut
diberikan secara profesional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan-perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR
RI Nomor XV/MPR/1998.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah
melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi,
dekonsentralisasi dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan yang
diatur berdasarkan pembina tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat
pemerintah. Sebelumnya memang ada undang-undang nomor 32 tahun 1956 tentang
perimbangan keuangan antar negara dengan daerah-daerah yang berhak mengurus
rumah tangganya sendiri. Akan tetapi UU no. 32 tahun 1956 sudah tidak lagi
sesuai dengan perkembangan dalam mendukung otonomi daerah yang telah berkembang
pesat. Oleh karena itu dipandang perlu menetapkan undang-undang yang mengaturnya
yang terwujud dalam UU no. 25 tahun 1999.
· Agar suatu daerah dapat berotonomi dengan baik
diperlukan beberapa prasyarat, yaitu prasyarat dari aspek pemerintahan,
manajerial, dan potensi daerah.
· Undang-undang Otonomi Daerah dan proses otonomi
daerah di Indonesia relatif masih merupakan hal yang baru dan belum
tersosialisasi dengan matang. Undang-undangnya itu
sendiri baru merupakan dokumen kesepakatan politik yang dalam implementasinya
masih dapat dinterpretasikan berbeda-beda. Daerah-daerah yang kaya cendrung menginterpretasikan sebagai
kebebasan yang luas, yang menjurus kepada faham federalisme. Daerah-daearah yang miskin cendrung membuat
interpretasi tidak jauh dari sistem desentralisasi terbatas seperti di masa
lalu.
· Masalah-masalah ketidakpuasan daerah yang sudah
kronis sebagai akibat dari sistem sentralisasi Orde Lama dan Orde Baru, serta
gagalnya dicapai kesefahaman dan kesepakatan terhadap interpretasi
Undang-undang Otonomi Daerah, peraturan-peraturan pelaksanaannya serta
implementasinya di lapangan, dapat mengancam eksistensi NKRI bahkan dapat
menjurus kepada pemisahan diri (separatisme) khususnya bagi daerah-daerah yang
kaya.
· Hingga proses otonomi daerah digulirkan sebagian
besar daerah khususnya di luar Jawa masih bergelut dalam masalah-masalah klasik
administrasi pembangunan dan pemerintahan seperti perumusan tugas pokok; perumusan fungsi; perumusan struktur organisasi;
administrasi kepegawaian; administrasi keuangan; administrasi logistik;
administrasi perkantoran; hubungan kerja; dan lain sebagainya. Berbagai prasyarat dari aspek pemerintahan,
manajerial, dan potensi daerah juga masih perlu dipertanyakan. Karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
otonomi daerah sulit dikatakan dapat berjalan mulus seperti yang diharapkan oleh
Pemerintah pusat.
· Karena harapan, kesejahteraan dan kepuasan
pelayanan rakyat sekarang lebih bertumpu kepada pemerintah daerah, maka
paradigma manajemen/administrasi pembangunan dan pemerintahan di daerah harus
berubah secara drastis. Di satu sisi manajemen
pemerintah daerah harus mampu mengembangan potensi ekonomi daerah (bervisi entrpreneurship), di sisi lain harus mampu secara serta merta
membangun kesejahteraan rakyat secara merata atau mengadopsi strategidevelopment
with equity, di sisi lain harus pula merubah orientasi dari orientasi
“pemerintah” (government oriented) menjadi orientasi “pelayan
masyarakat” (public servant oriented).
· Sumberdaya lokal untuk modal awal berotonomi
secara potensial ada, namun masih mengandung berbagai potensi masalah. Daerah-daerah yang kaya sekalipun seperti Aceh,
Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya masih menghadapi masalah khususnya
potensi sumberdaya manusia. Terlebih pada
daerah-daerah yang miskin dan daerah yang selama ini hidup dari subsidi
Pemerintah Pusat. Di sisi lain saran
hubungan kemitraan antara daerah yang kaya dengan daerah miskin masih harus
menemukan konsep operasionalnya dan melampaui uji coba yang panjang.
· Sementara eksperimen otonomi daerah sedang
berjalan, globalisasi sudah di ambang pintu. Beberapa indikator menunjukan bahwa daya saing harga berbagai
komoditiIndonesia masih lemah di pasar
internasional dan hidup dari proteksi dan subsidi pemerintah. Hal itu disebabkan oleh belum efisiennya sistem
produksi dan tataniaga disamping potensi sumberdaya manusia Indonesia juga rekatif belum siap menghadapi globalisasi.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah
memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya
wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah
daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana
yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi
dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga
pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran
dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi
dan otonomi daerah yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok
yang membentuk
pemerintah daerah yaitu;
1. kewenangan,
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
0 komentar:
Posting Komentar